Analisis Semiotika dalam Film The Dark knight Rises

Film The Dark Knight Rises ini adalah Film Action dari DC Film ini bersifat Fiktif dan penuh dengan Action yang berlatar belakang di Gotham City 

Delapan tahun setelah peristiwa The Dark Knight (2008) menemukan Gotham di masa damai. Hal ini disebabkan Batman mengambil jatuh untuk pembunuhan Harvey Dent. Namun, kekuatan jahat baru bernama Bane telah tiba di Gotham dan bertujuan untuk mengambil alih kota dan mengungkap kebenaran di balik siapa Harvey Dent sebenarnya. Sekarang Wayne Manor telah sepenuhnya dibangun kembali, Bruce Wayne menjadi hampir tertutup, jarang meninggalkan perkebunan. Dan dengan Bane mengambil alih kota dengan paksa, itu memaksa Batman untuk keluar dari masa pensiunnya.

Dengan Mengetahui Semiotika dari film tersebut kita akan jadi tahu Alasan alasan khusus mengapa seseorang menyukai film Action

Pendahuluan

Setiap bentuk kesenian, seperti seni musik, seni tari, seni sastra, seni rupa maupun seni peran memerlukan apresiasi dari penikmatnya masing-masing. Secara harfiah, apresiasi seni berarti penghargaan terhadap kehadiran sebuah karya seni. Karya seni mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, hingga pada akhirnya tercipta perpaduan yang seimbang dan harmonis antara seni sastra, seni musik,seni peran dan komedi yang dikemas dalam bentuk film. Film merupakan sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Studi perfilman boleh dikatakan bidang studi yang relatif baru dan tidak sebanding dengan proses evolusi teknologinya. Exploitasi studi perfilman yang pernah terjadi pada dekade 60-70 an di Eropa dan Amerika ternyata tidak banyak membawa perubahan yang berarti. Hasrat untuk menghasilkan suatu pendekatan yang holistik dalam studi perfilman yang bersifat multidisipliner dan interdisipliner nampaknya masih berupa angan-angan. Tak terkecuali bila studi perfilman dilihat dalam konteks Ilmu Komunikasi. Meski film merupakan bagian

integral dalam bidang Ilmu Komunikasi, ternyata kesan “penganak-tirian” terhadap studi film memang harus diakui. Studi film masih kurang memperoleh perhatian yang memadai di kalangan para ilmuwan komunikasi. Ini terbukti langkanya bahan-bahan acuan yang secara khusus mengupas studi perfilman secara umum apalagi yang berkaitan dengan konteks Ilmu Komunikasi1 Film memiliki nilai seni tersendiri, karena film tercipta sebagai sebuah karya dari tenaga-tenaga kreatif yang profesional di bidangnya. Film sebagai benda seni sebaiknya dinilai dengan secara artistik bukan rasional. Mengapa film tetap ditonton orang? Film bukan hal baru lagi masyarakat. Alasan umum, film berarti bagian dari kehidupan modern dan tersedia dalam berbagai wujud, seperti di bioskop, tayangan dalam televisi, dalam bentuk kaset video, dan piringan laser (laser disc). Film bukan hanya menyajikan pengalaman yang mengasyikkan, melainkan juga pengalaman hidup sehari-hari yang dikemas secara menarik. 

Alasan alasan khusus mengapa seseorang menyukai film karena ada unsurnya dalam usaha manusia untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu, karena film tampak hidup dan memikat, menonton film dapat dijadikan bagian dari acara-acara kencan antara pria dan wanita. Hal ini merupakan sasaran utama bagi pembuatan film untuk dapat menghasilkan produksi film yang dikemas dalam cerita-cerita yang menarik, dan memasukkan nilai-nilai yang dapat memperkaya batin untuk disuguhkan kepada masyarakat sebagai cerminan kepada hal-hal di dunia ini dengan pemahaman baru. Karena itu film dianggap sebagai suatu wadah pengekspresian dan gambaran tentang kehidupan sehari-hari.

Analisis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itusendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Menurut Anne Gregory, Analisis adalah langkah pertama dari proses perencanaan.

Menurut Dwi Prastowo Darminto & Rifka Julianty, Analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.


Semiotika

 Istilah semeiotics (dilafalkan demikian) diperkenalkan oleh Hippocrates (460-337SM), penemu ilmu medis Barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala, menurut Hippocrates, merupakan semeion, bahasa Yunani untuk penunjuk (mark) atau tanda (sign) fisik.

 Dari dua istilah Yunani tersebut, maka semiotik secara umum didefinisikan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.


Teori Semiotika Roland Barthez

Teori Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi. Kata konotasi berasal dari bahasa Latin connotare, ^menjadi makna_ dan mengarah pada tanda-tanda kultural yang terpisah/bebeda dengan kata (dan bentuk-bentuk lain dari komunikasi). Kata melibatkan simbol-simbol, historis dan yang berhubungan dengan emosional.

 

Roland Barthes, semiotikus terkemuka dari Prancis dalam bukunya Mythologies (1972) memaparkan konotasi kultural dari berbagai aspek kehidupan keseharian orang Prancis, seperti steak dan frites, deterjen, mobil ciotron dan gulat. Menurutnya, konotasi dunia tersebut dan secara lebih luas basis idiologinya.


METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah Content Analysis (Analisis Isi). Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.


Hasil Penelitian Semiotika Film The Dark Knight Rises

Dalam angsuran terakhir dari trilogi Christopher Nolan Batman, terlihat pada kejatuhan dan kebangkitan terakhir dari ksatria gelap. Menghadapi iblis masa lalunya, baik secara fisik maupun mental. Bagaimana dia bangkit, untuk menginspirasi warga Kota Gotham untuk juga bangkit dan mengambil kembali kota mereka.

Meskipun setting film berlangsung di berbagai bagian Kota Gotham, tidak seperti film-film lain dalam trilogi, Kota Gotham ini dimaksudkan untuk terlihat jauh lebih besar seolah-olah taruhannya dalam film ini lebih besar dari yang lain.

Salah satu momen paling berkesan dari film ini adalah adegan pertarungan klimaks antara pengikut Bane dan Polisi Gotham. Adegan ini terjadi saat fajar. Ini dimaksudkan untuk menyerupai bagaimana Polisi dan Batman "bangkit" ke oposisi untuk mengambil kembali kota mereka. Menggunakan setting untuk menyempurnakan cerita.

Ini adalah upaya gabungan dari tim produksi untuk memanfaatkan elemen-elemen ini untuk membuat dan membuat cerita yang lebih baik. Semiotika memainkan peran utama dalam representasi dalam film. Dengan menambahkan beberapa detail pada item tertentu, mereka kemudian dapat menyerupai sesuatu atau seseorang, mengungkapkan kebenaran/elemen tertentu dari cerita dan seterusnya. Segala sesuatu atau apapun bisa menjadi tanda. Seharusnya hanya memiliki makna.

Konotasi

Konotasi sangat berfokus pada indikasi simbolik dari sebuah kata atau objek atau apa yang ditunjukkannya daripada pada apa yang didefinisikan oleh kata atau objek tersebut. Menurut teori film konotasi, kata-kata atau ekspresi vokal dalam sebuah film dan objek-objek yang ditampilkan dalam film tersebut menyampaikan suatu keterikatan, baik etis maupun gairah, pada objek atau kata-kata tersebut.


Komentar